https://ejournal.stital.ac.id/index.php/Qanun/issue/feedQanun2025-06-30T13:43:24+07:00Imam Bustomiimambustomi1927@gmail.comOpen Journal Systems<p><strong>Qanun: Jurnal Hukum Islam dan Tata Negara</strong>, jurnal ini diterbitkan dua kali dalam setahun, yakni setiap bulan Juni dan Desember. Jurnal ini menerima artikel ilmiah hasil penelitian dan kajian konseptual yang ditulis oleh dosen, mahasiswa, dan praktisi dalam bidang Hukum Islam dan Hukum Tata Negara. Tujuan dari jurnal ini untuk menyebarluaskan hasil-hasil kajian ilmiah di bidang hukum yang berfokus pada pengembangan pemikiran Hukum Islam dan sistem Hukum Tata Negara. Jurnal ini juga bertujuan untuk mendorong peningkatan kualitas penelitian hukum yang relevan dengan dinamika masyarakat, serta memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu hukum yang berbasis nilai-nilai keislaman dan kebangsaan.</p>https://ejournal.stital.ac.id/index.php/Qanun/article/view/642Problem Relasi Agama dan Negara: Studi Komparasi Ibnu Khaldun dan Hans Kelsen2025-06-30T13:43:23+07:00ulfatul ilmiyahulvanaya10@gmail.com<p>Penelitian ini mengkaji relasi agama dan negara melalui pemikiran perspektif dua tokoh besar dari latar belakang peradaban yang berbeda, yaitu Ibnu Khaldun dari dunia Islam dan Hans Kelsen dari dunia Barat. Objek kajian difokuskan pada peran agama dalam legitimasi kekuasaan dan struktur negara. Metode yang digunakan adalah <em>library research</em> dengan pendekatan komparatif. Kelsen menekankan pentingnya pemisahan agama dan negara demi menjaga netralitas hukum, sedangkan Ibnu Khaldun melihat agama sebagai fondasi moral negara. Analisis menunjukkan bahwa meski berbeda pendekatan, keduanya sepakat negara berfungsi menjaga ketertiban dan keadilan. Temuan ini menunjukkan bahwa pemikiran kedua tokoh masih relevan untuk dijadikan rujukan dalam memahami dan mengelola hubungan antara agama dan negara di era modern, khususnya dalam konteks masyarakat multikultural dan demokratis yang mengedepankan nilai keadilan dan inklusivitas.</p> <p> </p>2025-06-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Qanunhttps://ejournal.stital.ac.id/index.php/Qanun/article/view/640Tipologi negara ideal: Perspektif Plato dan Al-farabi2025-06-30T13:43:23+07:00maisarohmaisarohhasim376@gmail.commuktafimastafifi546@gmail.com<p>This study explores the concept of the ideal state through a comparative analysis between Plato from ancient Greece and Al-Farabi from the Islamic world. The research method employed is qualitative with a library research approach, focusing on the primary works <em>The Republic</em> and <em>Ara’ Ahl al-Madina al-Fadilah</em>. The analysis reveals that Plato emphasizes rationality and the philosopher-king as the ideal ruler, while Al-Farabi combines philosophy and prophecy to achieve happiness in both the worldly and spiritual realms. Both thinkers stress the importance of moral leadership and a state that functions for the common good. The findings affirm that their ideas remain relevant as normative foundations for formulating a just, civilized, and welfare-oriented system of governance.</p> <p> </p> <p><strong>Keywords</strong>: Ideal State, Plato, Al-Farabi</p> <p> </p>2025-06-30T13:07:24+07:00Copyright (c) 2025 Qanunhttps://ejournal.stital.ac.id/index.php/Qanun/article/view/639AMBIGUITAS KEDAULATAN RAKYAT: DALAM PANDANGAN AL MAWARDI DAN JACQUES REUSSEAU2025-06-30T13:43:23+07:00roiisroiisedy@gmail.comIrsyadul Aufairsyadulaufa19@gmail.com<p>Penelitian ini membahas perbandingan pemikiran Al-Mawardi dan Jean-Jacques Rousseau tentang kedaulatan rakyat, untuk melihat bagaimana konsep tersebut dipahami dalam konteks Islam klasik dan filsafat Barat modern. Al-Mawardi, melalui karya Al-Ahkam al-Sulthaniyyah, menegaskan bahwa kedaulatan bersumber dari syariat Islam, bukan dari rakyat secara langsung. Peran rakyat dibatasi dan dijalankan melalui kelompok elite (ahl al-halli wa al-‘aqdi) yang bertugas memilih pemimpin. Sementara itu, Rousseau dalam Du Contrat Social menekankan bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi, dan kehendak umum (volonté générale) menjadi dasar sahnya kekuasaan.Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-komparatif dengan metode studi pustaka, untuk menggali perbedaan dan persamaan keduanya serta relevansinya terhadap realitas politik Indonesia. Hasil kajian menunjukkan bahwa praktik kedaulatan di Indonesia mencerminkan kombinasi dari kedua pandangan tersebut: demokrasi modern dengan partisipasi rakyat melalui pemilu, sekaligus pengaruh nilai religius dalam kebijakan publik. Hal ini menunjukkan adanya ambiguitas dalam penerapan kedaulatan rakyat di Indonesia.Dari situ konsep kedaulatan rakyat di Indonesia bersifat hibrid tidak sepenuhnya sekuler seperti pandangan Rousseau, dan tidak pula sepenuhnya teokratis sebagaimana konsep Al-Mawardi. Oleh karena itu, dibutuhkan perumusan ulang konsep kedaulatan rakyat yang mampu menyeimbangkan prinsip demokrasi dan nilai moral religius, agar sistem pemerintahan dapat berjalan adil, kontekstual, dan mencerminkan jati diri bangsa.</p>2025-06-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Qanunhttps://ejournal.stital.ac.id/index.php/Qanun/article/view/638EKSISTENSI HUKUM DAN KEADILAN: ANALISIS KOMPARATIF PEMIKIRAN IBNU RUYSD DAN JON LOCKE2025-06-30T13:43:24+07:00imam ghozaliimam123mz@gmail.comlukmanul hakim friendLukmanul99999@gmail.com<p>Penelitian ini membahas eksistensi hukum dan keadilan melalui studi komparatif terhadap dua tokoh besar dari tradisi Timur dan Barat, yakni Ibnu Rusyd dan John Locke, dengan pendekatan kualitatif berbasis studi pustaka dan analisis filosofis-komparatif. Ibnu Rusyd memandang hukum sebagai sarana mencapai keadilan substantif melalui integrasi wahyu dan akal, serta menolak pemahaman hukum secara tekstual yang tidak mempertimbangkan maqashid al-shariah. Sementara itu, Locke membangun dasar hukum dari kontrak sosial dan hukum alam yang berlandaskan pada hak kodrati manusia seperti hidup, kebebasan, dan kepemilikan, serta menekankan bahwa hukum sah apabila lahir dari persetujuan rakyat. Analisis menunjukkan bahwa keduanya sama-sama menjadikan akal sebagai alat evaluasi hukum dan menolak kekuasaan absolut, meskipun berbeda dalam sumber legitimasi hukum: Ibnu Rusyd berpijak pada wahyu dan akal, sedangkan Locke pada rasionalitas sekuler. Temuan ini menegaskan bahwa pemikiran hukum dan keadilan yang integratif, rasional, dan kontekstual dapat menjadi fondasi penting dalam pembangunan sistem hukum modern yang adil dan inklusif, baik dalam masyarakat Islam maupun negara-negara demokratis.</p>2025-06-30T13:35:23+07:00Copyright (c) 2025 Qanunhttps://ejournal.stital.ac.id/index.php/Qanun/article/view/644URGENSI ETIKA POLITIK: STUDI KOMPARASI NASIRUDDIN TUSI DAN IMMANUEL KANT2025-06-30T13:43:24+07:00hopipahHofifatuliman2243@gmail.commoh rasumohrasul123@gmail.com<p>Penelitian ini merupakan studi komparatif dengan tujuan mengkaji pemikiran etika politik dua tokoh besar dari tradisi filsafat yang berbeda, yakni Nasiruddin Tusi dari peradaban Islam dan Immanuel Kant dari filsafat Barat. Dengan menggunakan metode studi pustaka, dengan menganalisis Nasiruddin Tusi: membangun sistem etika politik yang integratif antara moralitas individu dan struktur pemerintahan yang adil, berlandaskan pada nilai-nilai Islam dan filsafat klasik. Immanuel Kant: etika politik berbasis prinsip imperatif kategoris dengan penekanan pada otonomi moral individu dan kebebasan. Perbedaan tersebut menghasilkan titik temu bahwa moralitas merupakan fondasi utama dalam praktik politik. Perbedaan mencolok terdapat pada pendekatan filosofisnya, di mana Tusi memadukan aspek teologis dan empiris dalam kerangka sosial-politik, sedangkan Kant mengusung pendekatan rasional-sekuler yang menekankan konsistensi moral individual. Temuan dari keduanya terletak pada tata kelola politik yang menjunjung tinggi etika, keadilan, dan integritas.</p>2025-06-30T13:42:32+07:00Copyright (c) 2025 Qanun